Menurutnya, subsidier yang tepat adalah Pasal 353 Ayat 1, yaitu penganiayaan yang didahului dengan sebuah perencanaan dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
“Karena berdasarkan keterangan saksi, sebelum melakukan pengeroyokan, para terduga pelaku mendatangi rumah korban, mencari dan mengancam keluarga korban,” kata dia.
Apalagi, lanjutnya, sudah diingatkan kalau korban adalah orang dengan gangguan jiwa. Itu artinya, mereka dengan tahu dan mau melakukan tindakan melawan hukum secara bersama-sama.
“Bersama-sama setelah ada perkelahian yang hanya melibatkan sebagian kecil di antara mereka, ini jelas ada mobilisasi, berarti ada rencana,” jelas Mathias.
Mathias juga menegaskan, jika Pasal 170 ayat 1 tetap digunakan maka ada indikasi untuk melindungi terduga pelaku dari jeratan pasal yang seharusnya.
Karena itu, ia meminta penyidik untuk mendalami unsur-unsur dari Pasal 170 Ayat 2 angka 1e, yakni jika bersama-sama dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka.
Ia meminta kepada penyidik untuk tidak main-main dengan hukum. Apalagi, saat ini institusi Polri kian mengalami kemerosotan kepercayaan dari publik.
“Sehingga jangan sampai masyarakat menilai skenario kasus Ferdy Sambo adalah cerminan perilaku aparat di tubuh Polri dari atas ke bawah,” pungkasnya.***
Artikel Terkait
ODGJ di Lembata Dihajar Babak Belur Hingga Diikat Tangannya, Pelaku Diduga Gerombolan Polisi
Soal Sekelompok Polisi Diduga Aniaya ODGJ di Lembata, Kapolda NTT: Saya Belum Dapat Laporan
KM Rahmat Boleng dari Lembata Macet di Tengah Jalan, 43 Penumpang Aman
Update Kasus Dugaan Penganiayaan ODGJ di Lembata, Polisi Tetapkan 1 Orang Tersangka
1 Oknum Polisi di Lembata Jadi Tersangka Dugaan Penganiayaan ODGJ, Ayah Korban Merasa Dipermainkan